02 03 04

Selasa, 28 Februari 2012

BETULKAH IPA LEBIH TINGGI DARI IPS ?


IPA LEBIH TINGGI DARIPADA IPS !

Benarkah Itu ?


oleh : Ev. Jeffrey Lim, M.Div. (Cand.)

Di sekolah-sekolah Indonesia pada tahun 1990-an, bagian dari bidang studi dibagi menjadi IPA dan IPS. IPA adalah Ilmu Pengetahuan Alam atau Natural Science. IPS adalah Ilmu Pengetahuan Sosial atau Sosial Science. Pada saat itu kita semua mendapatkan kesan dari opini publik bahwa IPA lebih tinggi daripada IPS. Seorang siswa akan bangga bila masuk IPA karena masuk kelas pilihan yang lebih sulit, sedangkan seorang siswa akan merasa malu kalau masuk IPS karena termasuk anak-anak yang kesannya malas, bodoh dan suka hura-hura. Inilah kesan yang didapat dari sekolah pada masa itu. IPA itu tidak banyak hafalan dan hanya pakai logika sedangkan IPS banyak hafalan dan harus mengingat banyak teori. Bagi orang IPS, tidak apa-apa tidak mengerti teorinya sebab di Indonesia yang penting adalah menghafal saja. Pendidikan di Indonesia, seseorang terdidik untuk menghafal banyak hal termasuk hal-hal yang tidak perlu. Opini publik pada saat itu adalah bila seseorang masuk IPA maka prospek kehidupannya lebih cerah. Bila masuk IPS, akan suram. Yang termasuk di dalam jurusan IPA adalah teknik, komputer, matematika, biologi, fisika, kedokteran, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk di dalam jurusan IPS adalah sastra, sosiologi, filsafat, hukum, bahasa, seni, dan lain-lain. Di Indonesia, siswa IPA bisa masuk IPS tetapi yang IPS tidak bisa masuk IPA.
Tetapi bila kita renungkan lebih dalam, apakah IPA itu benar-benar lebih tinggi daripada IPS ? Benarkah IPA lebih sukses daripada IPS ? Tujuan artikel ini bukan untuk membandingkan mana yang lebih tinggi antara IPA dan IPS sebab semua ilmu berasal dari yang Mahakuasa dan sama baik. IPA sama baik dengan IPS. Kemudian pembagian IPA dan IPS juga sebenarnya membagi wilayah ilmu pengetahuan menjadi dua wilayah yang terpisah. Sebenarnya ilmu pengetahuan adalah integrasi menjadi satu kebenaran yang utuh. Tujuan artikel ini adalah membahas kesalahan di masa lalu yang menganggap IPA lebih unggul dan untuk menjelaskan pentingnya IPS di zaman sekarang ini. Akan dijelaskan juga bahwa kebenaran itu utuh, sehingga ilmu pengetahuan jangan dibagi ekstrim menjadi dua wilayah dimana kedua-duanya terpisah secara mutlak. Tidak ada yang lebih tinggi atau rendah. Baik IPA maupun IPS, semuanya adalah baik dan suci adanya.
Pertama-tama, darimana datangnya opini bahwa IPA itu lebih unggul ? Saya berpendapat adalah karena secara umum memang IPA itu membutuhkan logika yang kuat karena bergerak di bidang teknik dan karena itu kebanyakan orang yang mempunyai IQ serta kemampuan matematika sebagian besar masuk IPA. Sebenarnya IPS juga membutuhkan logika. IPS seperti filsafat yang membutuhkan logika bahkan mempengaruhi IPA. Tetapi opini publik yaitu siswa yang masuk IPA adalah yang mempunyai IQ tinggi. Kemudian mengapa IPS dianggap jurusan yang lebih rendah ? Saya berpendapat, karena sebagian besar orang-orang yang masuk IPS lebih suka bergaul dan bersosialisasi. Mereka cenderung suka bermain. Suka bergaul mempunyai efek, yaitu dapat terpengaruh lingkungan sehingga kelihatannya anak-anak IPS itu anak-anak nakal atau malas. Realita zaman itu secara generalisasi juga berbicara bahwa anak-anak IPS kelihatan lebih “nakal” dan anak-anak IPA lebih “alim”. Tetapi kenyataan ini tidak bisa menjadikan satu kesimpulan bahwa IPS lebih bodoh dan lebih malas. Banyak anak IPS yang juga pandai bahkan definisi pandai juga tidak bisa hanya dibatasi pada IQ saja sebab di zaman ini ada istilah EQ juga ( Emotional Quotient ). Di zaman lalu yang dianggap bisa sukses adalah yang memiliki IQ tinggi. Di zaman sesudahnya, yang dianggap bisa sukses adalah yang memiliki EQ tinggi. Walaupun di zaman sekarang yang dianggap bisa sukses adalah yang memiliki SQ(Spiritual Quotient) tinggi.
Mengapa di Indonesia pada zaman 1990-an IPA dianggap lebih penting daripada IPS? Saya menganalisa karena di Indonesia mulai masuk zaman modern. Sebenarnya perkembangan zaman itu bergerak dari zaman primodern kemudian modern dan postmodern. Di zaman primodern adalah zaman sebelum teknologi dan penemuan-penemuan ilmiah. Pada zaman ini, kebanyakan masyarakat memiliki pandangan yang bersifat mitos. Kepercayaan animisme dan dinamisme masih banyak. Masyarakat juga banyak bergerak di bidang agraris atau pertanian. Kemudian setelah datangnya pandangan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarat mulai masuk ke zaman modern. Pada zaman modern ini, semuanya mulai memakai rasio (IQ). Pada zaman modern ini, masyarakat mementingkan teknologi dan ilmu pengetahuan. Mesin-mesin dan pabrik-pabrik mulai banyak bermunculan. Masyarakat juga mulai bergerak di bidang industri. Bila kita mengingat modern maka kita harus mengingat abad pencerahan yang merupakan awal yang mengakibatkan zaman modern. Dan akhirnya di dunia Barat, zaman sudah bergeser ke zaman postmodern yaitu zaman setelah modern. Zaman ini adalah zaman yang dimulai dengan kekecewaan kepada modern yang mengagungkan teknologi dan ilmu pengetahuan tetapi ternyata banyak membawa kepada masalah sosial. Di zaman postmodern, yang banyak dipentingkan adalah masalah-masalah sosial dan kemanusiaan. Karena Indonesia adalah negara berkembang yang mulai memasuki modern maka yang banyak dipentingkan adalah : a. IQ, b. Ilmu Pengetahuan Alam, c. Industri, d. Teknik. Karena itu IPA rasanya lebih cocok dan dibutuhkan pada masa itu. Menurut pandangan saya, inilah alasan masyarakat yang menganggap IPA lebih penting.
Pada saat itu di Indonesia, jurusan hukum kurang diminati orang, tetapi di negara maju seperti Amerika, Australia, jurusan hukum adalah salah satu jurusan yang paling top. Mengapa ? Sebab di dalam Negara yang maju, ilmu mengenai sosial dan kemanusiaan sangat penting. IPS adalah ilmu yang penting. Bahkan bahasa yang banyak dianggap sebagai jurusan yang tidak penting di Indonesia pada zaman dulu, sekarang bisa dianggap penting karena di dalam dunia globalisasi harus banyak berkomunikasi dengan banyak orang. Kalau kita selidiki lebih jauh, IPS merangsang IPA. IPS dan IPA ini saling berkaitan, karena itu tidak bisa menganggap IPS lebih inferior.
Kesimpulan saya adalah bahwa IPS adalah ilmu yang penting sekali, apalagi di dalam konteks zaman sekarang. IPS bukanlah ilmu yang tak berguna. IPS penting karena berkaitan dengan kemanusiaan dan kita adalah manusia, sedangkan IPA banyak berkaitan dengan alam. Alam dan manusia tentulah manusia yang lebih penting. Tetapi maksud saya bukan berarti IPS lebih tinggi dari IPA juga. Memang ada opini publik juga yang mengatakan bahwa orang-orang IPA yang pintar pada akhirnya akan dibayar oleh orang IPS yang bisa menggunakan orang-orang IPA tersebut. Orang-orang IPS yang akhirnya menjadi manager-manager yang mengaji orang IPA. Tetapi sesungguhnya pandangan ini juga bisa mengakibatkan kita menilai bahwa IPA lebih rendah daripada IPS. Ini tidak benar. Semua ilmu tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Semua ilmu adalah totalitas dan integrasi yang ada dalam diri manusia. Semua ilmu dari Tuhan dan yang berasal dari Tuhan adalah baik adanya. Ilmu berasal dari LOGOS atau Firman Tuhan. Ilmu adalah baik dan digunakan untuk kemuliaan Sang Pencipta dan untuk kepentingan manusia. Jangan memandang rendah IPS.
IPS itu penting apalagi di zaman sekarang dan jangan memandang rendah IPA. Semua ilmu adalah baik. Semua pekerjaan juga baik. Pekerjaan itu mulia, baik pekerjaan IPA atau IPS. (kecuali pekerja narkoba, penjual perempuan, teroris dan pekerjaan yang jahat lainnya). Pekerjaan itu mulia karena untuk kemuliaan Pencipta kita.

Rabu, 22 Februari 2012

Makhluk Meyeramkan Di Bawah Mikroskop Elektron


Makhluk Meyeramkan Di Bawah Mikroskop Elektron


 
Mikroskop elektron adalah jenis mikroskop yang menggunakan sinar partikel elektron untuk menerangi spesimen dan menghasilkan gambar yang diperbesar. Mikroskop elektron (EM) memiliki kekuatan perbesaran lebih besar dari mikroskop optik bertenaga cahaya, karena elektron memiliki panjang gelombang sekitar 100.000 kali lebih pendek daripada cahaya tampak (foton), dan dapat mencapai resolusi yang lebih baik dari 50 pm (piko) dan perbesaran hingga sekitar 10.000.000 kali, sedangkan yang biasa, mikroskop cahaya non-confocal dibatasi oleh difraksi untuk resolusi sekitar 200 nm (nano) dan perbesaran di bawah 2000 kali.


Mikroskop elektron membantu menghidupkan pengetahuan retnik, memberikan tingkat detail yang menakjubkan bagi ilmuwan yang mungkin belum ada pada dekade lalu. Perusahaan FEI adalah pemimpin dunia dalam teknologi mikroskop elektron. Di bawah ini Anda akan menemukan koleksi kecil dari gambar-gambar ilmuwan dari seluruh dunia yang menggunakan teknologi FEI.

Ini sejenis cacing di bawah mikroskop elektron

Ini juga sejenis cacing di bawah mikroskop elektron

Ini kepala laba-laba kecil

Kayak begini tampangnya kutu air di bawah mikroskop elektron
 

Ini larva nyamuk


Kalo yang ini kutunya larva nyamuk


Sumber: http://jakarta-jakarta.com/blog.php?user=AnehTapiNyata&blogentry_id=293

Selasa, 21 Februari 2012

Hollow Earth Theory Benarkah Bumi Kita Memiliki Rongga di Dalamnya ?


Hollow Earth Theory
Benarkah Bumi Kita Memiliki Rongga di Dalamnya ?

Ada banyak Legenda dari berbagai wilayah di dunia yang menceritakan mengenai adanya dunia lain di dalam perut bumi. Tidak banyak yang menaruh perhatian terhadap legenda-legenda ini sampai seorang ilmuwan ternama mengangkatnya ke dalam forum-forum sains. Ide kalau bumi kita memiliki rongga sebenarnya bukan sesuatu yang baru.

Legenda dunia bawah tanah
Pada masa Sumeria kuno, dunia bawah tanah sudah pernah disinggung dalam Epic of Gilgamesh. Di Babylonia, ada kisah mengenai turunnya Ishtar ke dunia bawah tanah. Dalam buku Mesir Kuno "Egyptian book of the Dead", dunia di bawah tanah juga disinggung berkali-kali.

Dalam legenda suku Indian Hopi, bahkan ada panduan bagi kita untuk bisa masuk ke dalam perut bumi yang berongga. Menurut suku ini, dunia yang kita diami adalah dunia keempat. Tiga dunia lainnya berada di dalam perut bumi dan salah satu pintunya berada di antara ngarai-ngarai raksasa Colorado.

Mungkin yang paling menarik dari semuanya adalah legenda Tibet mengenai Agharta yang secara harfiah berarti "Kerajaan bawah tanah di pusat bumi dimana raja dunia memerintah". Menarik, karena masyarakat Tibet menggambarkannya dengan cukup lengkap. Bahkan menurut mereka, kerajaan Shambhala yang misterius juga berada di dalam perut bumi.

Pantas, tidak ada yang bisa menemukannya.
Setelah cukup lama dikenal di dalam legenda-legenda kuno masyarakat dunia, ide bahwa bumi ini memiliki rongga mulai mendapat tempat di dunia sains modern.

Hollow Earth dalam Sains
Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, Plato memang telah menyinggung adanya lorong-lorong bawah tanah yang membentuk struktur bumi. Namun, pandangan ini baru mendapatkan perhatian ketika dicetuskan oleh ilmuwan ternama bernama Edmund Halley.
Edmund Halley (1656-1742) adalah seorang astronom Inggris yang secara tepat berhasil mengkalkulasi orbit komet yang melewati bumi setiap 76 tahun. Kita mengenalnya sebagai komet Halley.

Ia mencetuskan ide mengenai hollow earth pada tahun 1692. Menurutnya, di bawah kerak bumi yang setebal 500 kaki, ada ruang berongga yang di dalamnya memiliki atmosfer yang mendukung kehidupan.

Bagi kita yang mendengarnya, mungkin mengira Halley terjebak ke dalam pseudo science yang mendasarkan teorinya pada legenda semata. Namun, ternyata ia punya alasan sains yang cukup masuk akal. Bahkan ia menuangkannya ke dalam sebuah paper yang memiliki judul cukup panjang, yaitu: "An account of the cause of the change of the variation of the magnetical needle with an hypothesis of the structure of the internal parts of the earth: as it was proposed to the Royal Society in one of their later meetings".
Teori ini diambil oleh Halley karena ia menemukan adanya variasi-variasi di dalam medan magnet bumi. Salah satunya, menurutnya, adalah medan magnet yang berasal dari bola di dalam perut bumi. Ini membuatnya berkesimpulan kalau ada empat bola konsentris berongga di dalam perut bumi. Bola-bola berongga ini memiliki atmosfer yang bisa mendukung kehidupan.


Menurutnya, Aurora borealis yang sering terlihat di kutub sebenarnya adalah gas bercahaya di dalam perut bumi yang berhasil lolos dari lapisan tipis kerak bumi di wilayah kutub.

Teori yang diajukan oleh Halley kemudian diadopsi oleh ilmuwan ternama lainnya, seorang ahli matematika bernama Leonhard Euler (1707-1783) danJohn Leslie (1766-1832).
Bedanya, Euler menolak ide adanya beberapa bola konsentris seperti yang diajukan Halley dan menggantikannya dengan satu bola berongga yang memiliki matahari berdiameter 600 mil yang menyediakan cahaya dan panas untuk peradaban luar biasa yang hidup disana.


Di lain pihak, John Leslie memang memiliki pendapat yang mirip dengan Euler. Bedanya, ia percaya kalau matahari yang ada di dalam bola berongga itu ada dua, bukan satu. Ia memberi keduanya nama Pluto dan Proserpine.

Lalu, teori hollow earth kembali diadopsi oleh John Cleves Symmes (1780) yang sampai akhir hayatnya memperjuangkan teori ini tanpa kenal lelah.
Symmes adalah mantan tentara dan pengusaha. Ia juga percaya kalau bumi ini memiliki rongga dan jalan masuk menuju rongga itu berada di kutub utara dan selatan. Ia memperkirakan jalan masuk ini memiliki lebar 4.000 mil dan 6.000 mil.



Perjuangan Symmes bahkan sampai membuatnya berhasil melobi kongres Amerika sehingga presiden Amerika saat, John Quincy Adams, menyetujui pendanaan ekspedisi menuju Antartika. Namun, sebelum sempat dikucurkan, presiden berikutnya, Andrew Jackson, membekukan pendanaan itu.

Ekspedisi mencari pintu Hollow Earth
Setelah kematian Symmes, salah seorang pengikutnya yang bernama Jeremiah Reynolds, berhasil meyakinkan pemerintah Amerika untuk melakukan ekspedisi ke Antartika pada tahun 1838. Memang para penjelajah tidak menemukan lubang raksasa disana, namun mereka menemukan bukti kalau Antartika bukan cuma sekedar wilayah es, melainkan benua bumi yang ke-7. Teori Hollow Earth kembali mendapat perhatian pada tahun 1846 karena adanya penemuan bangkai utuh seekor Mammoth di Siberia.
Dalam tubuh mammoth itu ditemukan tanaman yang belum tercerna. Ini menunjukkan kalau hewan ini mati dengan tiba-tiba ketika sedang makan. Beberapa orang percaya kalau makhluk itu awalnya hidup di wilayah hangat di dalam hollow earth. Lalu, tanpa sengaja tersesat keluar lewat lubang di kutub utara. Ketika bertemu dengan wilayah dingin, hewan ini mati seketika. Tentu saja, ini cuma teori yang tidak bisa dibuktikan. Tapi paling tidak penemuan ini membuat antusiasme mengenai Hollow earth terus berkembang hingga menarik perhatian Jules Verne, seorang penulis fiksi sains. Pada tahun 1864, ia menerbitkan buku berjudul Journey to the Center of the Earth yang menceritakan mengenai sebuah lubang di Islandia yang menuju ke dalam perut bumi. Pada tahun 1869, teori Hollow earth mulai berkembang menjadi semakin mengada-ngada.
Cyrus Teed dan Hollow Earth
Cyrus Reed Teed, seorang herbalis dan alkemis, mengaku kalau ia mendapatkan penglihatan mengenai seorang wanita yang memberitahukan kepadanya kalau ia berasal dari dalam rongga di dalam perut bumi. Penglihatan ini cukup mempengaruhi hidup Teed. Empat puluh tahun berikutnya, ia mempromosikan ide ini ke seluruh dunia. Bahkan ia mendirikan sebuah sekte bernama Koreshans yang pengajarannya berkisar kepada dunia Hollow Earth.

Tidak sampai disitu, Teed kemudian memperkenalkan modifikasi baru dari teori hollow earth yang sering disebut Concave Sphere. Menurutnya, KITA-lah yang sedang hidup di dalam rongga bumi. Jadi, ada manusia lain yang hidup di dunia atas.



Tidak ada Lubang di Kutub

Pada awal abad ke-20, transportasi sangat minim. Wilayah kutub belum terjelajahi dengan sepenuhnya. Karena itu, tentu saja teori Hollow Earth akan menjadi sangat susah dibantah.

Tapi, semuanya berubah ketika penerbang Richard E.Byrd (1888-1957) berhasil melakukan penerbangan melintasi kutub utara dan selatan. Ia tidak menemukan adanya lubang raksasa seperti yang dipercaya para penganut teori Hollow earth.
Pada abad 20. kutub utara dan selatan bukan lagi wilayah yang misterius. Transportasi yang lebih maju dan satelit yang secara teratur menghasilkan citra bumi dari luar angkasa sebenarnya sudah bisa menjelaskan kalau di kutub utara dan selatan, tidak terdapat lubang menuju Hollow Earth.

Hollow Earth dan UFO
Walaupun begitu, teori ini masih saja menarik perhatian banyak orang. Bahkan, mereka mulai mengaitkannya dengan fenomena UFO. Contohnya Ernst Zundel yang menulis buku berjudul UFOs - Nazi Secret Weapons?.
Ia mengklaim kalau Hitler dan batalyon terakhirnya berhasil lari ke Argentina dengan sebuah kapal selam, lalu mendirikan sebuah markas untuk piring terbang di sebuah lubang di kutub selatan yang mengarah ke dalam perut bumi. Zundel juga percaya kalau Nazi berasal dari ras terpisah yang berasal dari dalam perut bumi. Sepertinya Zundel memiliki pandangan yang sama dengan Hitler.
Pandangan ini mungkin muncul karena pada tahun 1940an, Hitler yang menjadi sangat tertarik dengan ide mengenai Hollow Earth disebut pernah mengirim ekspedisi menuju Rugen, salah satu pulau di Baltic, walaupun tidak membawa hasil. 
Ray Palmer adalah penulis lain yang mengkaitkan antara Hollow earth dengan piring terbang. Pada tahun 1940an, bersama Richard Shaver, ia berspekulasi:'Karena UFO sering terlihat di langit bumi sepanjang sejarah, maka pastilah UFO-UFO tersebut berasal dari bumi'.

Jadi, menurut mereka, 
UFO tersebut sebenarnya berasal dari dalam perut bumi yang berongga. Shaver bahkan mengaku pernah tinggal bersama orang-orang dari dalam perut bumi. Pandangan ini membuat keduanya dikenal sebagai bapak gerakan ufology modern. Tentu saja teori ini akan sangat sulit dibuktikan. Tetapi, tetap saja banyak orang lain yang masih percaya adanya rongga di dalam perut bumi.
Beberapa bahkan mengaku pernah masuk kedalamnya. Ada yang bilang kalau mereka mencapai rongga di dalam perut bumi lewat gua-gua purba atau lubang pertambangan kuno. Ada lagi yang berteori kalau segitiga bermuda adalah jalan masuk menuju rongga di dalam perut bumi.  Sebagian percaya kalau pintu masuk yang sebenarnya bukan di wilayah kutub, melainkan di wilayah lainnya di dunia seperti Gunung Shasta di California, Gua Mammoth di Kentucky atau pegunungan Himalaya di Tibet.

Gunung Shasta

Pada tahun 1993, Katharina Wilson menulis sebuah buku berjudul The Alien Jigsaw. Dalam bukunya, ia menceritakan mengenai pengalamannya diculik oleh alien dan dibawa ke dunia bawah tanah. Buku serupa juga pernah ditulis tahun 1995 oleh Timothy Good yang menceritakan pengalamannya dibawa ke markas UFO di dalam tanah.
Ketika Halley dan Euler merumuskan teori Hollow Earth, tidak ada yang menganggapnya mengada-ngada. Soalnya, para ilmuwan itu hidup di abad ke-17 dimana ilmu pengetahuan mengenai struktur bumi belum sempurna. Lagipula, banyak wilayah bumi yang belum terjelajahi. Tapi, ketika sains modern mulai berkembang, kitapun tahu kalau bumi ini tidak berongga.

Struktur Bumi yang Sebenarnya
Bagaimana kita bisa yakin kalau bumi ini tidak berongga?
Ada beberapa argumen, misalnya, walaupun kita tidak pernah melihat isi perut bumi, namun kita bisa "melihatnya" dengan menggunakan vibrasi (umumnya lewat gempa bumi) yang bergerak dari ujung bumi yang satu ke yang lain. Dengan menggunakan metode ini, para geologis bisa menggambarkan kondisi struktur bumi yang sebenarnya. Dari sini kita tahu kalau bumi ini memiliki inti dan kerak bumi, tanpa rongga tentu saja.
Jika bumi ini berongga, maka ia akan memberikan hasil yang berbeda dalam pengamatan seismik.

Lalu, kita juga tahu kalau di bawah kerak bumi, terdapat batu-batuan panas cair yang bernama magma. Ini bisa terjadi karena suhu akan menjadi semakin tinggi sesuai dengan kedalaman. Pada kedalaman sekitar 100 kilometer, suhu di dalam perut bumi diperkirakan sebesar 1.200 derajat celcius. Magma ini bisa keluar menuju permukaan bumi lewat gunung-gunung api di seluruh dunia. Magma yang keluar dari perut bumi disebut dengan Lava. Kalau ada rongga di dalam perut bumi, Bagaimana menjelaskan pengaruh suhu yang tinggi ini terhadap rongga tersebut?
Struktur bumi yang kita kenal sekarang juga terlihat ketika manusia membuat lubang ke dalam perut bumi. Lubang terdalam yang dibuat oleh manusia saat ini adalah lubang yang terdapat di Sovyet. Dalamnya 12,3 kilometer. Sampai sejauh ini apa yang diamati dari pengeboran itu masih sesuai dengan ilmu geologi yang dikenal saat ini.
Jadi, kita tidak pernah menemukan lubang raksasa di kutub. Kita juga tidak punya bukti kalau bumi ini berongga dan ada matahari yang menyertainya. Sekarang, bahkan dengan mudah kita dapat mengakses google earth dan melihat sendiri kondisi di kutub atau tempat-tempat lain di dunia.
Karena itu, boleh dibilang, setelah hampir 400 tahun sejak diajukan oleh Halley, teori Hollow Earth telah berpindah tempat dari dunia sains menuju dunia pseudo sains
Sumber : http://www.wikipedia, unmuseum.org, hollowearththeory.com

Kamis, 16 Februari 2012

Ramalan Pulau Bali Tenggelam Tahun 2050


Ramalan Pulau Bali Tenggelam Tahun 2050

Kenaikan suhu yang ekstrim dan meningkatnya air muka laut akibat global warming (pemanasan global), mengancam sejumlah wilayah di Indonesia. Daerah Khusus Ibukota (DKI Jakarta) merupakan salah satu wilayah yang sangat rentah terhadap peningkatan curah hujan.


Berdasarkan proyeksi curah hujan jangka pendek dan jangka panjang untuk daerah Jakarta hingga tahun 2030. Pada proyeksi curah hujan jangka pendek, terdapat sedikit perubahan pada pola sebaran curah hujan, meski belum ada perubahan nilai curah hujan maksimum dari tahun ke tahun yaitu tetap 340 mm.
Pada proyeksi jangka pendek memperlihatkan terjadinya kenaikan jumlah curah hujan di Jakarta, khususnya bagian selatan. Curah hujan pun akan semakin mengalami peningkatan sebesar 20 milimeter setiap lima tahun," papar ahli perubahan iklim dari Institut Teknologi Bandung, Dr. rer.nat. Armi Susandi, MT, dalam orasi ilmiah yang dilakukan pada peresmian penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2010/2011 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB, Bandung.
Sedangkan pada proyeksi curah hujan jangka panjang, terjadi penyebaran peningkatan curah hujan ke arah utara. Sehingga Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Selatan, akan kerap terjadi banjir bandang yang jauh lebih besar pada tahun-tahun sesudah 2030.
Anomali cuaca dan iklim ini akan menimbulkan dampak yang lebih dramatis seperti yang akan terjadi pada Pulau Bali. Luas Pulau Bali kini 5.632 kilometer persegi, pada 2050 akan terendam seluas 489 kilometer persegi. Rendamannya akan semakin luas pada 2070, hingga mencapai 557 kilometer persegi.
Dan yang lebih mencengangkan, kerendaman wilayah ini akan mengakibatkan terpisahnya Pulau Bali menjadi dua bagian. Tanah genting yang selama ini menjadi penghubung sebagian besar Pulau Bali dengan Nusa Dua, diantaranya terdapat Pantai Kuta dan Sanur, akan ternggelam.

Nusa Dua akan menjadi pulau tersendiri yang terpisah dari Pulau Bali. Maka dari itu, puas-puaslah bepergian di Pantai Kuta dan Sanur sebelum tenggelam," selorohnya kepada ratusan mahasiswa baru ITB angkatan 2010/2011.

Sumber: http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/08/ramalan-pulau-bali-tenggelam-tahun-2050.html

Rabu, 01 Februari 2012

About Metamorphic Rocks

About Metamorphic Rocks

metamorphic blueschist
Blueschist, a metamorphic rock derived from basalt at high pressure and low temperature
Photo (c) Andrew Alden, licensed to About.com (fair use policy)
More Images (3)
Metamorphic rocks are the third great class of rocks. These are what happens when sedimentary and igneous rocks become changed, or metamorphosed, by conditions underground. The four main agents that metamorphose rocks are heat, pressure, fluids and strain. These agents can act and interact in an infinite variety of ways. As a result, most of the thousands of rare minerals known to science occur in metamorphic ("shape-changed") rocks. Metamorphism acts at two scales, the regional scale and the local scale.

The Four Agents of Regional Metamorphism

Heat and pressure usually work together, because both rise as you go deeper in the Earth. At high temperatures and pressures, most rocks break down and change into a different assemblage of minerals that are stable in the new conditions. The clay minerals of sedimentary rocks are a good example. Clays are surface minerals, which form as feldspar and mica break down in the conditions at the Earth's surface. With heat and pressure they slowly return to mica and feldspar. Even with their new mineral assemblages, metamorphic rocks may have the same overall chemistry they had before metamorphism.
Fluids are an important agent of metamorphism. Every rock contains some water, but sedimentary rocks hold the most. First there is the water that was trapped in the sediment as it became rock. Second is the water that is liberated by clay minerals as they change back to feldspar and mica. This water can become so charged with dissolved materials that the resulting fluid is no less than a liquid mineral. It may be acidic or alkaline, full of silica (forming chalcedony) or full of sulfides or carbonates or metals, in endless variety. Fluids tend to wander away from their birthplaces, interacting with rocks elsewhere. That process, which changes a rock's chemistry rather than just its mineral assemblage, is called metasomatism.
Strain refers to any change in the shape of rocks due to the force of stress. Movement on a fault zone is one example. In shallow rocks, shear forces simply grind and crush the mineral grains (cataclasis) to yield cataclasite. Continued cataclasis yields the hard and streaky rock mylonite.
Under greater heat and pressure, when metamorphic minerals such as mica and feldspar begin to form, strain orients them in layers. The presence of mineral layers, called foliation, is important to observe when identifying a metamorphic rock. As strain increases, the foliation becomes more intense, and the minerals sort themselves into thicker layers. The foliated rock types that form under these conditions are called schist or gneiss, depending on their texture. Schist is finely foliated whereas gneiss is organized in wide bands of minerals.

The Basic Metamorphic Rock Types

The sedimentary rock shale metamorphoses first into slate, then into phyllite, then a mica-rich schist. The mineral quartz does not change under high temperature and pressure, although it becomes more strongly cemented. Thus the sedimentary rock sandstone turns to quartzite. Intermediate rocks that mix sand and clay — mudstones — metamorphose into schists or gneisses. The sedimentary rock limestone recrystallizes and becomes marble.
Igneous rocks give rise to a different set of minerals and metamorphic rock types; these include serpentinite, blueschist, soapstone and other rarer species such as eclogite.
Metamorphism can be so intense, with all four factors acting at their extreme range, that the foliation can be warped and stirred like taffy, and the result is called migmatite. With further metamorphism, rocks can be turned into something hard to tell from plutonic granites. These kinds of rocks give joy to experts because of what they say about deep-seated conditions during things like plate collisions. The rest of us can only admire the laboratory skills needed to make sense of such rocks.

Contact or Local Metamorphism

A type of metamorphism that is important in specific localities is contact metamorphism. This usually occurs near igneous intrusions, where hot magma forces itself into sedimentary strata. The rocks next to the invading magma are baked into hornfels or its coarse-grained cousin granofels, another subject for specialists. Magma can rip chunks of country rock off the channel wall and turn them into exotic minerals, too.
Surface lava flows and underground coal fires can also cause mild contact metamorphism of the same degree as occurs when baking bricks.
Get more help identifying metamorphic rocks in the Rock Identification Tables.
See also About Igneous Rocks and About Sedimentary Rocks

Source: http://www.geology.com