02 03 04

Selasa, 09 Juli 2013

Gambar-gambar dramatis segitiga bermuda

 Gambar-gambar dramatis segitiga bermuda

Pada masa pelayaran Christopher Colombus, ketika melintasi area segitiga Bermuda, salah satu awak kapalnya mengatakan melihat “cahaya aneh berkemilau di cakrawala”.



Beberapa orang mengatakan telah mengamati sesuatu seperti meteor. Dalam catatannya ia menulis bahwa peralatan navigasi tidak berfungsi dengan baik selama berada di area


Berbagai peristiwa kehilangan di area tersebut pertama kali didokumentasikan pada tahun 1951 oleh E.V.W. Jones dari majalah Associated Press. Jones menulis artikel mengenai peristiwa kehilangan misterius yang menimpa kapal terbang dan laut di area tersebut dan menyebutnya ‘Segitiga Setan’. Hal tersebut diungit kembali pada tahun berikutnya oleh Fate Magazine dengan artikel yang dibuat George X. Tahun 1964, Vincent Geddis menyebut area tersebut sebagai ‘Segitiga Bermuda yang mematikan’ , setelah istilah ‘Segitiga Bermuda’ menjadi istilah yang biasa disebut.



Peta tempat-tempat yang mengandung gas methana

Perusahaan asuransi laut Lloyd’s of London menyatakan bahwa segitiga bermuda bukanlah lautan yang berbahaya dan sama seperti lautan biasa di seluruh dunia, asalkan tidak membawa angkutan melebihi ketentuan ketika melalui wilayah tersebut. Penjaga pantai mengkonfirmasi keputusan tersebut. Penjelasan tersebut dianggap masuk akal, ditambah dengan sejumlah pengamatan dan penyelidikan kasus.


Gas Methana

Penjelasan lain dari beberapa peristiwa lenyapnya pesawat terbang dan kapal laut secara misterius adalah adanya gas methana di wilayah perairan tersebut. Teori ini dipublikasikan untuk pertama kali tahun 1981 oleh Badan Penyelidikan Geologi Amerika Serikat. Teori ini berhasil diuji coba di laboratorium dan hasilnya memuaskan beberapa orang tentang penjelasan yang masuk akal seputar misteri lenyapnya pesawat-pesawat dan kapal laut yang melintas di wilayah tersebut.


Penjelasan lain

Ada yang mengatakan Segitiga Bermuda disebabkan karena tempat tersebut merupakan pangkalan UFO sekelompok mahkluk luar angkasa/alien yang tidak mau diusik oleh manusia,sehingga kendaraan apapun yang melewati teritorial tersebut akan terhisap dan diculik. Ada yang mengatakan bahwa penyebabnya dikarenakan oleh adanya sumber magnet terbesar di bumi yang tertanam di bawah Segitiga

Bermuda,sehingga logam berton-tonpun dapat tertarik ke dalam. Dan bahkan ada yang mengatakan Segitiga Bermuda merupakan pusat bertemunya antara arus air dingin dengan arus air panas,sehingga akan mengakibatkan pusaran air yang besar/dasyat.


Meskipun beberapa teori dilontarkan, namun tidak ada yang memuaskan sebab munculnya tambahan seperti benda asing bersinar yang mengelilingi pesawat sebelum kontak dengan menara pengawas terputus dan pesawat lenyap.

Peristiwa-peristiwa terkenal


Pesawat pada penerbangan TBF Grumman Avenger, mirip dengan penerbangan


Salah satu kisah yang terkenal dan bertahan lama dalam banyaknya kasus misterius mengenai hilangnya pesawat-pesawat dan kapal-kapal yang melintas di segitiga bermuda adalah Penerbangan 19. Penerbangan 19 merupakan kesatuan angkatan udara dari lima pesawat pembom angkatan laut Amerika Serikat.

Penerbangan itu terakhir kali terlihat saat lepas landas di Fort Lauderdale, Florida pada tanggal 5 Desember 1945. Pesawat-pesawat pada Penerbangan 19 dibuat secara sistematis oleh orang-orang yang ahli penerbangan dan kelautan untuk mengahadapi situasi buruk, namun tiba-tiba dengan mudah menghilang setelah mengirimkan laporan mengenai gejala pandangan yang aneh, dianggap tidak masuk akal.


Karena pesawat-pesawat pada Penerbangan 19 dirancang untuk dapat mengapung di lautan dalam waktu yang lama, maka penyebab hilangnya dianggap karena penerbangan tersebut masih mengapung-apung di lautan menunggu laut yang tenang dan langit yang cerah.


Setelah itu, dikirimkan regu penyelamat untuk menjemput penerbangan tersebut, namun tidak hanya pesawat Penerbangan 19 yang belum ditemukan, regu penyelamat juga ikut lenyap. Karena kecelakaan dalam angkatan laut ini misterius, maka dianggap “penyebab dan alasannya tidak diketahui”.

Kronologi dari beberapa peristiwa terkenal


* 1840: HMS Rosalie
* 1872: The Mary Celeste, salah satu misteri terbesar lenyapnya beberapa kapal di segitiga bermuda
* 1909: The Spray
* 1917: SS Timandra
* 1918: USS Cyclops (AC-4) lenyap di laut berbadai, namun sebelum berangkat menara pengawas 
             mengatakan bahwa lautan tenang sekali, tidak mungkin terjadi badai, sangat baik untuk pelayaran
* 1926: SS Suduffco hilang dalam cuaca buruk
* 1938: HMS Anglo Australian menghilang. Padahal laporan mengatakan cuaca hari itu sangat tenang
* 1945: Penerbangan 19 menghilang
* 1952: Pesawat British York transport lenyap dengan 33 penumpang
* 1962: US Air Force KB-50, sebuah kapal tanker, lenyap
* 1970: Kapal barang Perancis, Milton Latrides lenyap; berlayar dari New Orleans menuju Cape Town.
* 1972: Kapal Jerman, Anita (20.000 ton), menghilang dengan 32 kru
* 1976: SS Sylvia L. Ossa lenyap dalam laut 140 mil sebelah barat Bermuda.
* 1978: Douglas DC-3 Argosy Airlines Flight 902, menghilang setelah lepas landas dan kontak radio
              terputus
* 1980: SS Poet; berlayar menuju Mesir, lenyap dalam badai
* 1995: Kapal Jamanic K (dibuat tahun 1943) dilaporkan menghilang setelah melalui Cap Haitien
* 1997: Para pelayar menghilang dari kapal pesiar Jerman
* 1999: Freighter Genesis hilang setelah berlayar dari Port of Spain menuju St Vincent.


 
 
Sumber: http://forum.detik.com/gambar-gambar-dramatis-segitiga-bermuda-t322620.html?df8822foto

Letusan Toba, Awal Peradaban Baru Nenek Moyang di Asia

 Letusan Toba, Awal Peradaban Baru Nenek Moyang di Asia
Beberapa hari yang lalu ilmuwan mengemukakan teori tentang letusan gunung Toba, gunung berapi terbesar zaman prasejarah yang berkaitan dengan inti es Greenland dan Antartika, penemuan ini memperkuat perubahan iklim masa lalu yang juga menjelaskan migrasi nenek moyang manusia dari Asia ke seluruh dunia.





Peneliti iklim Denmark (dipublikasikan pada jurnal Climate of the Past) mengubah pandangan mengenai pegunungan di Sumatera, dimana sisa-sisa letusan gunung Toba terjadi sekitar 74,000 tahun lalu meletus dan menjadi letusan gunung berapi terbesar di Bumi dalam dua juta tahun terakhir.

Letusan Gunung Toba Dan Kelanjutan Peradaban


Letusan gunung Toba memuntahkan magma lebih dari 2800 km3, dan sebanyak 800 km3 dilemparkan ke atmosfer sebagai abu yang menyebar hingga ke barat Laut Arab. Aerosol kimia terbawa lebih jauh dan telah terdeteksi di inti es Greenland dan Antartika. Debu vulkanik dan gas seperti belerang dioksida dapat memberikan efek dramatis pada iklim bumi.

Sulfur dioksida menyatu dengan air untuk membentuk tetesan kecil (atau aerosol) dari asam sulfat, yang dapat membuat kabut mengurangi sinar matahari mencapai permukaan bumi, iklim ini dan memicu musim dingin vulkanik. Letusan gunung Toba bertepatan dengan lonjakan konsentrasi sulfat di inti es Greenland, diikuti satu abad atau lebih terjadi pendinginan drastis di mana suhu turun sekitar 10 derajat Celcius. Ilmuwan dari Universitas Kopenhagen Niels Bohr Institute menggunakan data tentang letusan untuk menghubungkan pengeboran inti es Greenland dan Antartika dengan mempelajari keasaman es.


Letusan gunung Toba mengeluarkan awan abu besar dan asam sulfat hingga ke atmosfer dan stratosfer. Awan menyebar di seluruh dunia dan setelah beberapa tahun asam sulfat turun kembali ke bumi dalam bentuk hujan asam.

Para peneliti melacak asam ini di lapisan es Greenland dan di belahan bumi Antartika. Semua ini memungkinkan untuk meng-sinkronisasi dua belahan dengan presisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Rangkaian puncak keasaman dari dua inti es sangat sesuai, peneliti telah menghitung lapisan yang tertimbun selama bertahun-tahun antara puncak asam didua inti es.

Temuan baru ini memungkinkan para ilmuwan untuk membandingkan inti es Greenland dan Antartika dengan akurasi tahunan. Dengan cara ini, mereka dapat menggabungkan pengetahuan terdahulu tentang perubahan iklim di kutub utara dan selatan. Dengan mengukur kandungan gas rumah kaca dalam inti es, para ilmuwan sebelumnya telah memiliki ketidakpastian relatif tentang kejadian beberapa ratus tahun lalu. Tetapi dengan lapisan vulkanik dapat menghubungkan core dalam beberapa dekade.

Gunung Toba Berperan Dalam Perubahan Iklim

Ada banyak spekulasi tentang bagaimana suatu letusan besar mempengaruhi iklim, awan raksasa berpartikel belerang dilemparkan ke stratosfer yang melindungi dari radiasi matahari, tentunya hal ini menyebabkan bumi menjadi dingin. Pemodelan menunjukkan letusan besar gunung Toba bisa menyebabkan pendinginan hingga sepuluh derajat di suhu global selama beberapa dekade.

Sejarah yang sebelumnya dari letusan gunung Toba menegaskan bahwa hal itu menyebabkan cuaca dingin lebih dari 1000 tahun di Greenland. Tetapi temuan baru menunjukkan bahwa letusan gunung Toba tidak menyebabkan pendinginan global yang berkepanjangan, karena bertepatan dengan pemanasan di Antartika.


Dalam penelitian inti es dapat terlihat bahwa tidak ada pendinginan global secara umum sebagai akibat dari letusan gunung Toba. Tentu saja ada faktor fluktuasi pendingin besar di belahan kutub utara, tetapi menjadi lebih hangat di belahan bumi selatan, sehingga pendinginan global berjalan singkat.

Pola iklim berlawanan di utara dan selatan bersamaan dengan perubahan iklim mendadak di utara dapat dilihat di seluruh Zaman Es. Hal ini tentu saja menyatakan secara langsung bahwa gunung Toba meletus selama satu periode di mana pendinginan besar-besaran terjadi di utara. Dalam kaitan periode pendinginan di Greenland pada Zaman Es, belum banyak penemuan letusan besar seperti yang terjadi pada ledakan gunung Toba.
Nenek Moyang Manusia Berasal Dari Asia?

Ini berkaitan dengan studi Michael Storey dari Roskilde University sebelumnya, dia menerbitkan sebuah studi presisi letusan yang tak terlihat hingga sekarang, letusan gunung Toba yang terjadi 73,880 tahun yang lalu.

Storey juga menyatakan studi lain, bahwa nenek moyang manusia berada di Asia Tenggara sekitar 74,000 tahun yang lalu, sejalan dengan revisi terbaru evolusi manusia dan dengan bukti arkeologi dari Arab dan India pada masa Pra-ledakan gunung Toba yang juga menjelaskan manusia modern dari Afrika.

Sejarah ditandai dengan Haplotype disebut L3 yang berasal sebelum manusia meninggalkan Afrika, fosil genetik yang ditemukan pada banyak orang Afrika dan non-Afrika. Catatan Pedro Soares (Molecular Biology Evolution 29, 915–927, 2012) menyatakan molekuler L3 sudah ada sejak 60,000 hingga 70,000 tahun yang lalu yang menunjukkan bahwa manusia meninggalkan Afrika beberapa ribu tahun setelah ledakan gunung Toba.

Haplotype tertua yang merupakan keturunan langsung dari L3 luar Afrika berusia 60,000 hingga 65,000 tahun. Fosil ini memunculkan beberapa pendapat variasi genetik yang tersebar sepanjang Arab hingga ke Bali. Stephen Oppenheimer, seorang ahli genetika University of Oxford mengatakan bahwa manusia bergerak sangat cepat, sebelum mutasi baru terjadi.

Rute yang paling masuk akal dalam migrasi cepat tersebut adalah di sepanjang pantai Samudra Hindia. Pada pertengahan tahun 2000-an, sebagian besar peneliti mengenal mutasi ekspress, hal ini dikenal migrasi pasca ledakan gunung Toba. Kemudian analisis mtDNA dan kromosom Y pria menyatakan bahwa manusia keluar dari Afrika mungkin kurang dari 60,000 tahun yang lalu.

Dan dalam review tahun 2006 yang diterbitkan Paul Mellars (Going East: New Genetic and Archaeological Perspectives on the Modern Human Colonization of Eurasia), Mellars berpendapat bahwa catatan arkeologi Asia dan Australia tidak hanya didukung bukti genetik migrasi pasca ledakan gunung Toba, tetapi juga menunjukkan bagaimana kemajuan budaya membantu untuk membentuk peradaban baru dibelahan dunia.
Sumber: http://forum.viva.co.id/sosial-dan-budaya/1028856-letusan-toba-awal-peradaban-baru-nenek-moyang-di-asia.html

Rabu, 03 Juli 2013

Proses Terjadinya Batubara

Terjadinya Batubara

info memo image

Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
 
Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
 
Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 - -[10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).


Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan tekanan.
Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. 
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.

Berikut ini ditunjukkan tahapan pembatubaraan.


Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

Sumber: http://ptba.co.id/id/library/detail/2